Stadion Kanjuruhan, kota Malang menjadi saksi atas terjadinya tragedi memilukan yang membuat ratusan orang tewas dan luka-luka. Laga Arema FC vs Persebaya Surabaya dalam BRI liga 1 atau dikenal sebagai Tragedi Kanjuruhan, menewaskan lebih dari 131 orang, 2 diantaranya adalah angota polri. Jumlah itu akan terus bertambah lantaran masih banyak korban yang dirawat dirumah sakit. Semua ini terjadi pasca pertandingan pada Sabtu malam, 1 Oktober 2022. Berakhir dengan skor 2-3 untuk kemenangan tim tamu. Tragedi ini menjadi tragedi sepak bola terburuk ke-2 dunia setelah tragedi di Guetamala pada tahun 1996. FIFA sebagai induk sepak bola dunia menunjukkan keprihatinannya dengan sebuah pernyataan resmi dari sang presiden, Gianni Infantino. Gianni Infantino mengucapkan belasungkawa atas insiden tragis di stadion Kanjuruhan. Gianni Infantino juga mendoakan pihak-pihak yang menjadi korban dari insiden Kanjuruhan ini.
Senin, 10 Oktober 2022
Tidak Ada Sepak Bola Seharga Nyawa
Mahfud mengatakan bahwa tragedi ini terjadi bukan karena bentrok antar suporter Arema dan Persebaya, karena waktu itu suporter persebaya tidak boleh ikut menonton. Karena Bonek mendapatkan sanksi atas kericuhan yang diperbuat mereka waktu. Jadi supporter yang berada dalam stadion dan lapangan hanya dari Arema saja.
Pertandingan dipersiapkan cukup lama, dan melibatkan semua stake holder terkait, Panitia, Klub Sepak Bola, kepolisian, pemda, media dan Supporter. Berbagai hal coba untuk dilakukan, termasuk adanya peraturan tidak hadirnya ‘Bonek’ di pertandingan juga termasuk upaya agar meminimalisir terjadinya kericuhan, mengikuti keputusan rapat Aremania dan Panitia Pelaksana. Tapi, saran dan permintaan dari Kepolisian terkait jam penyelenggaraan pertandingan dan pembatasan jumlah penonton dalam stadion ditolak dan diabaikan oleh panitia pelaksana.
hal Ini tentunya tidak lepas dari Indosiar selaku stasiun TV yang menyelenggarakan siaran langsung laga tersebut, dan Panitia Pelaksana yang ingin memanfaatkan keuntungan semaksimal mungkin dari penjualan tiket masuk, sehingga akhirnya jam tayang tetap tidak berubah, sementara kapasitas stadion yang mampu menampung 42.499 orang dimaksimalkan menjadi 42.000 tiket, tidak mengikuti saran dari Kepolisian yang menyarankan untuk menurunkan ke angka 25.000 tiket saja.
Kejadian ini bermula dari salah satu supporter yang turun ke lapangan setelah peluit terakhir dibunyikan. Menurut kesaksian dari seorang penonton yang berada di stadion saat itu, awalnya pertandingan berjalan aman tidak ada kericuhan sedikit pun. Namun saat babak terakhir, saat Persebaya mencetak gol ke-3 nya dan hingga peluit terakhir dibunyikan Arema tidak bisa menambah gol nya, dan harus menerima kekalahan. Disinilah tragedi dimulai. Para pemain arema, pelatih Arema dan manager tim mendekati tribun timur dan menunjukkan gestur minta maaf ke supporter. Disisi lain, ada 1 orang supporter yang dari arah tribun selatan nekat masuk ke lapangan. Terlihat sedang memberikan semangat dan motivasi untuk pemain. Kemudian, ada beberapa lagi oknum yang masuk ke lapangan untuk meluapkan kekecewaan mereka. Dan semakin banyak mereka yang turun ke lapangan. Semakin ricuh kondisi stadion karena penonton dari berbagai sisi stadion juga ikut turun ke lapangan. Supporter semakin tidak terkendali. Hal itu membuat aparat melakukan pemukulan mundur, yang dimana hal itu bisa dibilang sangat kejam dan sadis. Supporter dipukul dengan tongkat, ditendang, bahkan ada 1 supporter yang dikeroyok oleh aparat. Banyak beredar video di twitter yang diambil dari penonton yang merekam kejadian saat itu. Para aparat melakukan tindakan yang sangat tidak manusiawi kepada para supporter. Saat aparat memukul mundur supporter di sisi selatan, supporter dari sisi utara yang menyerang ke arah aparat. Karena Aremania merasa saudaranya sedang diperlakukan tidak baik maka saudara yang lain tidak terima. Oleh karena semakin banyaknya supporter yang masuk ke lapangan dan kondisi sudah tidak kondusif, akhirnya aparat menembakkan beberapa gas air mata. Kepolisian mulai menembakkan gas air mata dan flare ke arah tribun. Padahal FIFA telah melarang hal tersebut.
Para saksi mengatakan banyak yang mendengar suara tangisan bahkan jeritan meminta aparat untuk menghentikan tembakan gas berbahaya itu, karena sudah banyak wanita bahkan anak-anak yang pingsan. Ditengah kesesakan akibat tembakan gas air mata, banyak penonton yang jatuh lalu terinjak-injak. Bahkan disetiap sudut tribun sudah dipenuhi gas air mata. Penonton ricuh dan berlarian panik mencari pintu keluar, namun semua pintu keluar ditutup. Entah itu sengaja atau memang murni kelalaian pihak panitia... Kita tidak pernah tau.
Tangisan, jeritan, teriakan minta tolong, rintihan kesakitan, semuanya terdengar begitu memilukan didalam stadion yang awalnya digunakan untuk pertandingan sepak bola yang kemudian berubah menjadi sebuah tempat yang merenggut banyak nyawa didalamnya.
Kita semua, para supporter ini, adalah korban. Sepak bola yang penuh kebusukan ini tidak layak membuat kita semua saling bertengkar, saling caci, bahkan saling bantai. Bahkan sepak bola yang bersih pun, tidak layak membuat seorang ibu menangis karena anaknya tewas sia-sia. Apalagi sepak bola yang kotor dan penuh kebusukan. Saya disini tidak bermaksud untuk menyalahkan atau pun menuduh pihak manapun, karena kita tidak pernah tau apa saja yang telah terjadi atau bahkan yang tengah direncanakan dibelakang kita yang kita tidak tau menahu akan hal itu.
Langganan:
Komentar (Atom)