Gelegar teriakan pembakar semangat kian terdengar dari radio - radio. bung Tomo sebagai sang pemilik suara tersebut tak henti - hentinya menggencarkan kalimat penyemangat melalui pidato untuk arek-arek Kota Pahlawan agar pantang mundur melawan penjajah yang ingin merebut kembali kemerdekaan Indonesia.
Dan untuk kita saudara-saudara.
Lebih baik kita hancur lebur daripada tidak merdeka. Semboyan kita tetap: merdeka atau mati!
Dan kita yakin saudara-saudara,
Pada akhirnya pastilah kemenangan akan jatuh ke tangan kita, sebab Allah selalu berada di pihak yang benar. Percayalah saudara-saudara. Tuhan akan melindungi kita sekalian.
Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!
Merdeka!!!
itu adalah sepenggal pidato yang sungguh membuat hati bergetar.
kala itu, mereka yang berjuang dikenal dengan sebutan "pasukan berani mati". Di antara kelompok pejuangan itu, terdapat bukan hanya rakyat Surabaya. Tetapi juga pejuang dari Sumatera, Kalimantan, Maluku, Sulawesi, Bali, para kiai dan alim ulama dari berbagai Pulau Jawa. Anak-anak, pemuda, pemudi, dan orang tua. Semua terjun menjadi satu ke medan perang.
seorang pemuda melaporkan bahwa terjadi pelepasan tembakan oleh pasukan Inggris. Peristiwa yang ditunggu-tunggu pun tiba. Masing-masing pasukan pemuda, dikerahkan ke pos-pos dan pangkalan yang sudah menjadi tanggung jawabnya. Dalam perjuangan antara 2 kekuatan bukanlah badan besar yang menentukan, akan tetapi taktik dan strategi lah yang memenangkan perjuangan.
Pertempuran dahsyat pun terjadi. Moncong senjata memuntahkan pelornya. Segenap rakyat berjuang bersama. Tidak ada perbedaan golongan, tingkatan, agama, ras dan paham. Ketika satu Indonesia terancam, satu bangsa Indonesia akan membelanya.
10 november menjadi hari dimana peristiwa bersejarah itu terjadi. suara tembakan, darah, jeritan, teriakan minta tolong, bahkan tangisan menjadi bukti dari pertempuran memilukan ini.
Sabtu, 10 November 1945. pantas ditetapkan sebagai hari pahlawan atas semua yang telah terjadi. rakyat Indonesia yang telah berkorban saat itulah, gelar pahlawan layak disematkan.
Sesungguhnya banyak nama-nama pahlawan yang teramat besar jasanya bagi bangsa Indonesia. Seperti Ki hajar dewantara yang sangat berarti bagi pendidikan di Indonesia, beliau mendirikan perguruan taman siswa dan turut membantu pribumi yang tidak bisa sekolah.
Raden Ajeng kartini, pahlawan wanita yang dikenang sebagai pelopor emansipasi perempuan. Selama hidup, ia memperjuangkan kesetaraan hak.
dan tak lupa pula Soekarno, jasanya amat besar bagi rakyat Indonesia, beliau adalah presiden pertama Republik Indonesia, pemimpin besar revolusi, dan beliau juga penyambung lidah rakyat.
Selain pahlawan-pahlawan tersebut, jasa ulama juga sangat berarti bagi bangsa ini. Namun kenapa, jasa ulama terdengar sangat asing bahkan masih banyak orang Indonesia yang tidak mengetahuinya? seolah jasa ulama tidak ada perannya sama sekali dalam perjuangan negeri ini. TKR pertama, Yang nanti menjadi TNI. Dan komandan divisi pertama TKR itu bernama Kolonel KH. Sam’un, pengasuh pesantren di Banten. Komandan divisi ketiga masih Kyai, yakni kolonel KH. Arwiji Kartawinata (Tasikmalaya). Sampai tingkat resimen Kyai juga yang memimpin.
Resimen 17 dipimpin oleh Letnan Kolonel KH. Iskandar Idris. Resimen 8 dipimpin Letnan Kolonel KH. Yunus Anis. Di batalyon pun banyak komandan Kyai. Komandan batalyon TKR Malang misalnya, dipimpin oleh Mayor KH. Iskandar Sulaiman yang saat itu menjabat Rais Suriyah NU Kabupaten Malang. Ini dokumen arsip nasional, ada Sekretariat Negara dan TNI.
Tapi semua data tersebut tidak ada dalam buku bacaan anak sekolah SD/SMP/SMA. Seolah tidak ada peran Kyai. KH. Hasyim Asy'ari yang ditetapkan pahlawan oleh Bung Karno pun tidak ditulis. Jadi jasa para Kyai dan santri memang dulu disingkirkan betul dari sejarah berdirinya Republik Indonesia ini.
Bung Karno juga memahami betul bahwa berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak lepas dari perjuangan para ulama, seperti pembentukan Laskar Hizbullah dan Laskar Sabilillah, yang beranggotakan kiai dan santri atas restu dan komando KH. Hasyim Asyari. Peran ulama juga sangat menentukan dalam pengangkatan Soekarno-Hatta waliyyul amri ad-dlarur bisy-syaukah ketika seseorang mempertanyakan keabsahan pemimpinnya. Serta resolusi jihad Hadratus Syaikh KH Hasyim Asy'ar yang membangkitkan semangat juang kelompok Bung Tomo dan arek-arek Suroboyo melawan penjajah pada tanggal 10 November 1945 yang sekarang diperingati sebagai Hari Pahlawan.
Hal ini juga terjadi ketika bangsa ini menggugat rumusan dasar negara. spirit beragama menjadi acuan utama yang dirumuskan dalam sila pertama Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, yang mencerminkan pandangan tauhid Islam, sebagaimana ditegaskan oleh KH Abdul Wachid Hasyim, yang merupakan anggota tim sembilan perumus dasar negara. status
Lebih lanjut konstitusi kita menjelaskan bahwa kemerdekaan yang dicapai bangsa Indonesia adalah karena rahmat Allah SWT. Jelasnya, ulama juga berperan penting dalam pembangunan dan dasar negara Pancasila dan UUD 1945.
Maka, jangan sekali-kali mengabaikan jasa ulama. Dan jangan pernah menghilangkan kontribusi mereka untuk negeri ini. Di sini patut dihargai jargon Jas Hijau (Jangan Sekali-kali Hilangkan Jasa Ulama). Ada pula nasihat dan ungkapan Presiden Soekarno yang disampaikan saat berpidato di depan sidang MPRS pada 17 Agustus 1966 yang menyebut Jas Merah (Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah dan Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah).
Jika dahulu, para pahlawan berjuang untuk tanah air kita tercinta. Namun kini, seiring perkembangan zaman di generasi saat ini, arti pahlawan memiliki makna lebih luas sehingga memunculkan banyak pahlawan baru di berbagai bidang.
‘Pahlawan Milenial’ sebut saja seperti itu. Pada zaman yang modern ini, bagi generasi milenial, pahlawan mungkin dapat dipersepsikan sebagai mereka yang dapat memberi perubahan ke arah lebih baik di masyarakat. Atau mereka yang dapat membawa pengaruh positif bahkan menciptakan inovasi-inovasi untuk kehidupan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar